Itulah kalimat yang pertama datang ke kepala saya ketika sedang menikmati sarapan di Taboo Cottages. Suasana yang tersaji dihadapan sangatlah indah dan menenangkan. Sudah lama saya ingin mengunjungi tempat ini, dan ternyata memenuhi harapan dan bayangan saya tentang keindahan Danau Toba.
Danau yang terbentuk karena letusan besar gunung berapi Toba puluhan ribu tahun ini kabarnya memusnahkan lebih kurang 60% populasi makhluk hidup pada saat itu, dan menyebabkan timbulnya zaman es. Kaldera besar yang terisi air hujan inilah yang akhirnya membentuk danau, dan membuat danau Toba menjadi danau terbesar di Indonesia, juga Asia Tenggara.
Sarapan dengan pemandangan terbaik selama TourDeSumatraKarena kemarin setelah tiba di Taboo Cottages kami sudah malas mau kemana-mana lagi (baca disini), jadi setelah sarapan kami langsung check out dan menuju tempat pertama yang kami kunjungi tak jauh dari cottages, yaitu Makam Raja Sidabutar di desa Tomok, Samosir. Komplek pemakaman yang terbuat dari batu tanpa sambungan ini juga ditempati oleh keturunan dari Raja Sidabutar, dan Raja Batak yang terkenal sakti ini kabarnya menjadi orang pertama yang menginjakan kaki di Pulau Samosir. Untuk masuk kesana tidak dipungut biaya, tetapi kita diharuskan menggunakan kain Ulos khas batak yang bisa disewa dengan biaya seikhlasnya di pintu masuk komplek pemakaman.
Makam Raja SidabutarSelesai dari sana, bang Samuel mengajak saya menyusuri jalan yang kanan-kirinya dipenuhi pedagang souvenir untuk menuju Museum Batak, Tomok. Di museum ini terdapat beberapa peninggalan sejarah seperti senjata, pakaian adat, dan peralatan rumah tangga. Jika ingin berfoto menggunakan pakaian adat Batak juga bisa dilakukan disini dengan sedikit biaya. Berkunjung ke museum ini menambah wawasan saya, bahwa sejarah yang terabadikan di negeri ini tidak melulu bercerita tentang wangsa-wangsa, wali-wali, tetapi juga dari mereka yang hadir jauh sebelum itu.
Museum Batak, TomokMasih di desa Tomok, kami menuju tempat pertunjukan boneka sigale-gale. Boneka yang kabarnya bisa menari dengan sendirinya ini bisa disaksikan dengan membayar Rp.200,000 per pertunjukan. Tapi saat saya sampai disana sedang tidak ada yang menyewa pertunjukan, jadi saya hanya berkeliling sebentar, mengambil gambar, dan mempelajari sejarah singkat dari boneka yang dibuat untuk menghibur raja yang kehilangan anaknya di medan perang.
Boneka Kayu Sigale-galePerjalanan dilanjutkan menuju Desa Ambarita, tepatnya di kampung Siallagan. Kampung yang dari luar dikelilingi tembok batu tinggi memiliki tradisi yang unik dan cukup kejam terhadap para penjahat atau musuh. Yup, Batu Kursi Parsidangan Siallagan ini jadi tempat mengadili sekaligus mengeksekusi mereka yang melakukan pelanggaran. Hukuman terberat yang ada adalah dengan memenggal kepala di atas meja batu panjang, setelah itu memakan daging orang tersebut dan meminum darahnya. Itu mengapa suku Batak dulu dikenal sebagai suku kanibal, sebelum agama Kristen yang dibawa oleh Ludwig Ingwer Nommensen masuk dan membuat mereka meninggalkan kepercayaan Parmalim (kepercayaan asli suku Batak).
Batu Kursi ParsidanganTempat terakhir yang kami kunjungi di Samosir adalah Museum Hutabolon Simanindo. Tempat ini bukan hanya sekadar museum, tetapi juga ada pertunjukan yang bisa kita saksikan setiap pukul 10.30. Harga tiketnya Rp.50,000 sudah termasuk tiket masuk museum. Museum ini berisi rumah-rumah besar khas batak yang besar-besar, dan juga perahu yang cukup besar di halaman depan museum. Menurut bang Samuel, dia heran ketika kita mau mengunjungi museum ini, karena biasanya turis lokal tidak menyukainya.
Saat pertunjukan dimulai adalah saat yang paling dinanti, pertunjukan dengan mengambil latar pesta adat Mangalahat Horbo ini terdiri dari 11 sesi. Sesi yang menyenangkan adalah pada sesi ke-9 dimana semua penonton akan di ajak menari tor-tor bersama mereka lengkap dengan ulos. Semua tertawa, semua gembira, sungguh pengalaman yang tak akan terlupakan. Dan jika tadi kami tidak beruntung bisa melihat boneka sigale-gale menari, ternyata di sesi terakhir pertunjukan ini dimunculkan lah sigale-gale untuk menari. Yang unik adalah, suara pukulan alat musik dan lagu yang didendangkan akan tiba-tiba meningkat volume suaranya jika kita memberikan sumbangan ke kotak yang disediakan. Iya, mirip seperti ketika makanan dikeluarkan saat tahlilan. Hehehehe.
Museum Hutabolon Simanindo Mangalahat Horbo Museum Hutabolon Simanindo Museum Hutabolon SimanindoJadi saya sudah ke Samosir, kamu kapan? 😀
One Comment Add yours