Sehat itu pilihan BUKAN paksaan

Akhirnyaaaa salah satu tulisan yang lama nongkrong di draft mendapatkan momentum. Thank you to one of my best friend for your post. Berikut gambar kemudian gue repath beberapa saat yang lalu :

Si Mimin vs Maman
Si Mimin vs Maman

For sure gambar ini akan di-amini oleh sebagian atau mungkin semua istri yang mempunyai suami seorang perokok aktif. Dan akan menjadi tamparan hebat buat para suami yg merokok. Entah udah berapa kali modus semacam ini di hembuskan oleh mereka yang gue gak tau siapa, tapi kayanya mereka adalah korban dari rokok. Entah suaminya merokok, atau mungkin dia istri dari Capres Berkuda. Yg tertawa berarti paham jokes ini, hahahaha.

Selain modus di atas, ada modus lain yg bercerita bahwa anaknya meninggal karena efek lanjutan dari orang tua yang merokok, dll. Buat gue yg emoh untuk menelan suatu berita secara mentah2, menebar cerita tanpa memberikan bukti lanjutan adalah pelanggaran atas waktu yg sudah dihabiskan untuk sekolah. Karena kalau sudah sekolah, harusnya kalian jadi cerdas.

Jadi begini, tentunya sebelum kita memutuskan untuk menikahi seseorang kita pasti sudah tau bahwa pasangan kita merokok atau tidak. Nah pada saat itu harusnya kalian bisa menentukan pilihan apakah akan menerima nya atau tidak. Jadi kalau kita memang keberatan ya perlu di fikir ulang untuk menikahinya. Jangan menikah hanya karena ikut-ikutan, lalu menikmati waktu senang punya anak yg lucu, walau katanya saat memasuki usia 3-5 tahun mungkin mereka akan jadi sedikit menyebalkan & kita akan memarahinya. Betulkah? Kemarin sih gw denger tetangga gw marahin anaknya yg dulu dia bangga2kan saat masih lucu-lucunya. Ironis.

Nah untuk para perokok, jika pasangan kalian punya syarat untuk menikah dengan bukan perokok maka berhentilah. Jika tidak sanggup maka katakan lah dan carilah yg mamu menerima nya. Walau ada beberapa orang termasuk gue pernah mengucap janji untuk berhenti merokok setelah menikah, lalu di lanjut setelah istri hamil, sampai setelah anak lahir. Tapi pada kenyataannya, sampai sekarang anak gue usia 8 bulan pun, masih belum bisa berhenti merokok, *shame on me*.

Sebenarnya, para orang tua yg merokok gak masalah asalkan sadar diri dan tau konsekuensinya sehingga mereka mampu menempatkan tindakannya pada posisi, waktu & tempat yg tepat. Contohnya, dengan tidak merokok di depan anak atau tempat umum, cuci tangan setelahnya, dll. Atau jika menilik gambar di atas, maka si Pak Mimin haruslah membekali dirinya dengan Asuransi Kesehatan & Jiwa. Dengan premi sekitar 3jt Rupiah/tahun, maka minimal UP yg dia dapatkan jika suatu saat wafat ditengah masa pertanggungan (5/10/15 tahun) adalah sekitar 1-1.5 Millyar. Fair enough, kan?

Tolong dicatat bahwa kita tidak bisa menaruh soal waktu/usia yg kita lewati bersama keluarga, karena kematian adalah rahasia Tuhan, baik untuk mereka yg merokok/tidak, maka pasti akan mati jua.

Untuk uang yg dihabiskan untuk membeli rokok adalah hak pribadi masing-masing. Menurut gue, hal itu bisa disejajarkan dengan uang yg kita habiskan untuk kesenangan kita yg lain seperti jalan2, belanja, kendaraan, nongkrong sana sini, dll. Gini aja gampangnya, risih gak sih lo saat orang komentar “wihh jalan2 mulu lo, wih belanja teruss lo, dll” saat lo posting hal2 tersebut? Lo udah kerja capek2, masa iya gak di nikmatin sih, kan katanya harta gak dibawa matik. Hahahahaa.

Nah sebenernya Pak Maman juga gak pinter2 amat. Kalau gw jadi dia mah, uangnya gue masukin reksadana gue biar turn around nya makin besar. Duit 64jt Rupiah dalam 18 tahun kedepan kira2 bisa buat beli apaa?? Emang gak ada inflasi? Duit 100rb yg lo simpen tahun kemarin apakah bisa membeli barang dalam jumlah yg sama di tahun ini??. Jadi itu keluarganya Pak Maman cuma ditinggalin duit 64jt, tapi Pak Mimin (asumsi punya AsKes & AsJi) malah ninggalin uang Millyaran.

Jadi semua nya boleh-boleh saja, asal kita paham segala resikonya dan berusaha melakukan sesuatu untuk mengcover hal terburuk yang akan terjadi atas apa yang kita lakukan. Nah mungkin apa yg dituliskan oleh Reza Gunawan (Praktisi Kesehatan Holistik) berikut bisa jadi referensi kalian para perokok/yg punya pasangan perokok. Judulnya “Mau bebas dari rokok? Jangan berusaha Berhenti!”. 

Dari tulisan itu gue langsung inget Papah Mertua gue yang dulu (katanya)  juga seorang perokok berat, dan tiba2 memutuskan berhenti begitu saja tanpa ada desakan/alasan apapun, sampai hari ini. Dan saat berhenti pun saat anak2nya sudah besar.

Jadi menjadi sehat itu adalah pilihan, bukan paksaan. Semoga saya bisa berhenti merokok se-segera mungkin. Ada Amin sodara-sodara? Amiiinn.

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s